TNI Kembali Perkuat Perbatasan

Pasukan Udara Indonesia melompat dari pesawat Hercules C-130 saat upacara pada bulan Oktober. TNI mengumumkan rencana memperkuat pertahanan perbatasannya dengan Malaysia. [Reuters]

Tentara Nasional Indonesia [TNI] baru-baru ini mengumumkan rencana memutakhirkan Pangkalan Angkatan Laut [Lanal] Pontianak menjadi pangkalan utama [lantamal] di perbatasan dan mendirikan pos-pos tambahan di sepanjang rentang batas Malaysia.
Tiga markas AL sedang dibangun, termasuk markas di Teluk Batang, menurut pejabat pertahanan Indonesia.
“Pangkalan angkatan laut adalah salah satu komponen Sistem Senjata Armada Terpadu [SSAT] yang mendukung sistem persenjataan lainnya seperti kapal, pesawat tempur, dan marinir,” kata Rudi Salam, perwira administrasi dan logistik di Lanal Pontianak.
Kata Salam, pembangunan Lanal Teluk Batang akan meliputi sarana “5R”: refuel [pengisian bahan bakar], replenishment [penambahan bekal], repair [perbaikan], rest [peristirahatan], dan recreation [rekreasi]. Fungsi kritis pangkalan nantinya adalah tempat berlabuh, pemeliharaan, perbekalan, perawatan personil, dan pembinaan pangkalan.
Lanal Teluk Batang akan diposisikan sebagai pendukung utama untuk keperluan administrasi dan logistik TNI-AL untuk melayani kapal, pesawat, dan personil kelautan. Pangkalan ini, sebagai pusat logistik untuk keamanan maritim di wilayah tersebut, akan menggunakan infrastrukturnya untuk memaksimalkan potensi maritim bersama organisasi AL lainnya.
Berita ini diumumkan oleh beberapa tokoh TNI-AL utama di Kayong Utara, termasuk anggota DPRD Abdul Zamad M. Ain dari Partai Golkar dan beberapa kepala bagian.
Lanal Teluk Batang diharapkan memperkuat keamanan maritim sekitar, yang didukung oleh infrastruktur administratif. Pembangunan baru akan memfasilitasi protokol komunikasi modern, transportasi personil dan barang, layanan kirim surat, air minum, gas, dan listrik. Pangkalan ini juga akan memiliki pipa bahan bakar bensin dari Pertamina.
Menurut pejabat TNI, gedung-gedung di pangkalan harus dapat memberikan perlindungan dan keamanan dari ancaman yang datang dari darat, laut, dan udara. Pangkalan ini akan dikelilingi tembok padat, kawat berduri, pos keamanan, sistem pencegah kebakaran, serta sarana pertahanan udara dan pantai. Rencana sedang dikerjakan untuk mendirikan dermaga yang mampu memfasilitasi berlabuhnya 10 kapal perang secara bersamaan.
Komando Militer Tanjungpura di Kalimantan Barat berencana menempatkan lebih banyak prajurit dan mendirikan pos perbatasan lebih banyak di sepanjang perbatasan sejauh 966 kilometer antara Provinsi Kalbar dan Sarawak, Malaysia. Jumlah pos perbatasan akan ditambah dari yang saat ini 33 menjadi 42. Personil TNI akan berjaga di pos-pos tersebut, yang didukung oleh pesawat pengintai tak berawak.
Kepala Komando Militer Tanjungpura Mayjen Ridwan berkata, “keberadaan personil TNI di sepanjang perbatasan akan melindungi masyarakat setempat serta kedaulatan negara dari ancaman musuh, baik dari dalam maupun luar.”
Perselisihan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia
Indonesia sudah pernah berselisih tentang perbatasan dengan beberapa negara tetangga, tetapi masalah perbatasan dengan Malaysia merupakan yang paling sensitif.
Indonesia dan Malaysia menetapkan perbatasan darat di Borneo berdasarkan kesepakatan lama antara Inggris dan Belanda. Wilayah Indonesia diwarisi dari Belanda dan Malaysia memiliki bekas wilayah Inggris.
Setelah berselisih selama tahunan dengan Malaysia atas Pulau Sipadan dan Ligitan, Indonesia akhirnya kehilangan haknya atas kedua pulau itu pada tahun 2002.
Permasalahan perbatasan muncul lagi baru-baru ini setelah DPR mengecam pemerintah atas kelalaian menjaga perbatasan di wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Pemerintah dituduh telah sebagian menyerahkan kepulauan ke Malaysia. Beberapa pihak yakin perbatasan yang ditetapkan pada masa penjajahan Belanda dan Inggris sudah jelas.
Indonesia telah mengubah garis perbatasannya, yang tidak lagi mengikuti acuan yang asli. Indonesia kehilangan 1.499 hektar di Camar Bulan dan 800 meter di lepas pantai Tanjung Datu, bersamaan dengan itu sumber daya berpotensi seperti minyak bumi, timah, dan gas.
Kelalaian Pemerintah Indonesia yang dirasakan juga tercerminkan di infrastruktur yang buruk di sekitar wilayah perbatasan, sementara situasi di negara tetangga, Malaysia, adalah sebaliknya.
Kalimantan Barat menghadapi masalah mendasar yaitu infrastruktur terbatas dan tak adanya berbagai sarana umum yang diperparah oleh anggaran yang tak cukup dan kurangnya sumber daya manusia yang bagus.
Akibatnya, warga Kalimantan Barat tergoda oleh kondisi yang lebih baik di Sarawak. Sebagai tujuan wisata, Sarawak menarik lebih dari 3 juta pengunjung setahunnya. Situasi ini menjadi lebih rumit karena kedua populasi setempat berasal dari etnis yang sama.
Namun, godaan ekonomi serta etnis tidak seharusnya membenarkan pencaplokan oleh Malaysia.
Klaim Indonesia atas Camar Bulan dan Tanjung Datu bisa dibuktikan secara hukum dengan merujuk pada Perjanjian London tahun 1824.
Perjanjian tersebut, antara lain, menetapkan perbatasan Indonesia dan Malaysia di Kalimantan berdasarkan daerah aliran sungai, artinya batas alami seperti sungai, gunung, dan tepi gunung.

http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2012/10/29/indonesia-base-upgrade