Dana Perbaikan Hercules Hibah Sedang Dihitung, Anggaran CN-295 Masih Diberi Bintang

Dana Perbaikan Hercules Hibah Sedang Dihitung, Anggaran CN-295 Masih Diberi Bintang


8 Juli 2012, Jakarta: Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro menegaskan pihaknya belum bisa memberikan kalkulasi dana yang dibutuhkan untuk perbaikan pesawat Hercules yang dihibahkan dari Australia.

Ia mengatakan nota kesepahaman baru ditandatangani sehingga detail hibah dan perbaikan belum bisa diketahui secara pasti.

“Kan penandatanganan MoU saja baru kemarin, kita belum tahu apa yang diperlukan. Kita belum tahu C-130H itu apa yang diperlukan supaya bisa sesuai dengan 21 Hercules TNI yang kita punya sekarang,” kata akhir pekan lalu.

Ia m engatakan tim inspeksi dari Kemhan masih di Australia untuk melihat keempat pesawat tersebut. Termasuk biaya yang diperkirakan akan dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk perbaikan. Setelah itu, tim melaporkan ke TNI Angkatan Udara hingga Kemhan. Barulah, dana tersebut diajukan ke DPR untuk disetujui.

“Makanya sabar dulu, minum pil sabar, tunggu tim kita datang, ya to? Biar dia lapor dulu ke kita. Nanti kita nanti kita olah lagi, nanti kita akan bilang ini kemahalan apa bagaimaan, baru kita jukan ke DPR,” katanya.

Perihal kelayakan pesawat tersebut, Purnomo mengaku sempat ragu dengan jam terbang. Ia mengaku sempat bertanya ke TNI AU untuk meyakinkan. Tetapi, dikatakan jam terbang pesawat tersebut bisa untuk 10-15 tahun ke depan. Artinya, masa terbangnya masih panjang. “Karena itu, kita ambil,” katanya. Sebelumnya, Komisi I DPR menilai hibah empat pesawat Hercules C-130 memerlukan biaya perbaikan sedikitnya 60 juta dollar AS.

Tanda Bintang pada Anggaran Pembelian CN295 

Pengadaan pesawat pengganti Fokker 27 yang mengalami kecelakaan 21 Juni lalu tak semulus yang dibayangkan. Sebab, dana negara yang akan digunakan untuk membeli pesawat baru CN-295 dari Airbus Military Spanyol belum bisa dicairkan. Dana itu masih tertahan dengan tanda bintang dari Komisi 1 DPR.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Hartind Asrin mengakui adanya tanda bintang dalam usul anggaran yang merupakan pagu (jatah) dari Kementerian Keuangan itu. ’’Tapi, kita berharap, tanda itu tidak memengaruhi proses di lapangan. Semoga pengadaannya lancar sampai akhir,’’ katanya kemarin.

Mantan Atase Pertahanan KBRI Malaysia itu menjelaskan, kontrak pembelian CN-295 ditandatangani di Singapura pada 15 Februari 2012. Saat itu Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro bersama sejumlah anggota Komisi 1 DPR meneken kontrak dengan pihak Spanyol yang diwakili President and CEO dari Airbus Military Domingo Urena Raso.

Harga pembelian sembilan unit pesawat tersebut USD 325 juta. Harga itu juga mencakup penyediaan suku cadang dan pelatihan dengan skema pembayaran menggunakan kredit ekspor (KE).

’’Penandatanganan itu juga dihadiri sebagian bapak-bapak dari anggota DPR. Jadi, ini memang sudah kontrak resmi dan on going,’’ kata alumnus Akabri 1983 itu.

Dia menambahkan, selambat-lambatnya pada akhir 2012 dua unit pesawat sudah bisa datang dan dioperasikan. ’’Kita optimistis karena pengerjaan pesawat ini juga bersama PTDI,’’ katanya.

Kepala Dinas Penerangan Mabes TNI-AU Marsekal Pertama Azman Yunus menjelaskan, TNI-AU sebagai pengguna hanya pasrah dalam proses pengadaan pesawat pengganti Fokker 27 itu. ’’Kami yakin, proses pembahasan dengan DPR akan lancar. Apalagi, Bapak Presiden juga sudah perintahkan agar Fokker tak digunakan dulu. Jadi, kami menunggu,’’ ungkapnya.

S aat ini investigasi penyebab kecelakaan pesawat Fokker 27 belum selesai. ’’Untuk hasil yang sangat akurat dibutuhkan tiga bulan, ini masih satu bulan. Jadi belum bisa disimpulkan,’’ katanya.

Direktur Lembaga Studi Pertahanan dan Strategi Indonesia Rizal Darmaputra MSi menilai, pemberian tanda bintang di mata anggaran pengganti Fokker 27 seharusnya dicabut. ’’Tidak perlu ada polemik. Apalagi seperti kasus gedung KPK yang juga terhalang tanda bintang,’’ katanya saat dihubungi kemarin.

Alumnus IDSS Jenewa, Swiss, itu menambahkan, pesawat CN-295 ideal untuk dioperasikan di Indonesia. ’’Bisa terbang dengan landasan pendek dan cocok dengan kualitas pangkalan udara kita,’’ katanya.

Sumber: Republika/JPPN